Pemerintah Diminta Tahan Kenaikan Harga Solar untuk Angkutan Barang dan Penumpang

Di tengah wacana kenaikan harga BBM bersubsidi, Fahmy mengatakan pemerintah sebaiknya mengkaji ulang soal harga Solar.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, khawatir kenaikan harga Solar akan memicu melambungnya inflasi.

Dia meminta pemerintah menahan harga Solar khusus untuk kendaraan angkutan barang dan transportasi umum.

“Jadi untuk solar tetapkan saja dibatasi hanya untuk angkutan barang dan penumpang tanpa menaikkannya,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Kamis, 18 Agustus 2022.

Pemerintah sebelumnya memberikan sinyal kuat untuk meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar dan Pertalite.

Sinyal-sinyal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam kesempatan terpisah.

Di tengah wacana kenaikan harga BBM bersubsidi, Fahmy mengatakan pemerintah sebaiknya mengkaji ulang soal harga Solar.

Sebab, konsumen Solar kini rata-rata merupakan kendaraan untuk distribusi logistik atau kendaraan umum–berbeda dengan Pertalite yang umumnya dikonsumsi oleh kendaraan pribadi.

Kenaikan harga Solar untuk angkutan barang pun dikhawatirkan memberi efek domino terhadap meningkatnya harga-harga barang.

“Tidak semua (kendaraan barang) menggunakan Pertalite.

Pertalite lebih banyak digunakan untuk pemilik mobil pribadi dan sepeda motor pribadi,” tutur Fahmy.

Adapun untuk Pertalite, Fahmy menyarankan pemerintah mengerek harga hingga maksimal Rp 9.250 per liter.

Dengan harga tersebut, Pertalite masih bisa dijangkau masyarakat kelas menengah dan bawah.

Karena, kata dia, konsumen Pertalite umumnya adalah kelompok bawah.

Di samping itu, dari total konsumen Pertalite, Fahmy menyebut hanya 40 persen yang berhak mendapatkan subsidi.

Harapannya dengan kenaikan harga Pertalite, 60 persen konsumennya akan migrasi ke Pertamax.

“Nah perkara itu kenapa Rp 9.250, supaya disparitas dengan Pertamax tidak terlalu tinggi.

Sehingga kemudian yang 60 persen itu akan pindah ke Pertamax.

Harapannya adalah seperti itu,” ucap dia.

Fahmyu melanjutkan, kenaikan harga Pertamax bisa dilakukan sekaligus atau tidak secara bertahap.

Adapun saran ini disampaikan lantaran Fahmy mengaku mendengar wacana dari pemerintah yang akan menaikkan harga Pertalite sampai Rp 10 ribu per liter.

Dia melihat kenaikan tersebut terlalu tinggi dan bisa berdampak terhadap peningkatan inflasi.

Akhirnya, kebijakan ini malah bakal menurunkan daya beli masyarakat dan menggerus pertumbuhan ekonomi.

“Itu yang membuat Persiden Joko Widodo alias Jokowi masih bimbang dan ragu.

Karena tidak ingin momentum pertumbuhan yang mencapai 5,44 persen itu terganggu dengan kenaikkan harga Pertalite,” kata dia.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *